Slide Show

Senin, 03 Januari 2011

KUNCI SUKSES: JANGAN PERNAH MENCARI KAMBING HITAM!

Seorang Ayah meletakkan gelas di lantai. Lantas, salah seorang anaknya yang sedang berlari-larian, tidak sengaja menendang gelas tersebut. Marahlah sang Ayah. “Kalau jalan pakai mata!” Namun di saat lain, ketika si anak meletakkan gelas di lantai, dan sang Ayah yang baru pulang kerja tidak sengaja menendangnya, marahlah sang Ayah, “Yang bener kalau naruh gelas!”

Pernahkah Anda mengalami kondisi seperti ini? Mungkin Anda adalah si anak, atau barangkali justru Anda-lah sang Ayah tersebut?

Siapakah yang salah? Yang meletakkan gelas tidak pada tempatnya, ataukah yang berjalan dengan tidak memerhatikan lantai?

Bisa jadi kedua-duanya salah, bahkan bisa jadi kedua-duanya benar dan memiliki alasan. Si anak meletakkan gelas buru-buru karena dipanggil ibunya di dapur, mungkin? Si Bapak meletakkan gelas di lantai karena sedang bersantai sepulang kerja dan badannya masih sangat letih, mungkin?

Benar dan salah dalam kasus di atas menjadi sangat relatif. Namun, yang perlu kita perhatikan adalah pada kemahiran sang Ayah menyalahkan orang lain. Berapa banyak dari kita, saat terancam kegagalan, yang dilakukan adalah mencari kambing hitam, mencari alasan.

- Seorang siswa bangun kesiangan, buru-buru berangkat sekolah. Alih-alih berjalan lebih cepat dari biasanya, siswa tersebut malah berjalan lambat sambil berpikir keras mencari alasan keterlambatan, mengarang cerita bohong agar tidak mendapat hukuman dari gurunya.

- Seorang pedagang bakso yang warungnya sepi sepanjang hari, begitu pandai menyalahkan masyarakat sekitar tempatnya berjualan yang tidak menyukai bakso, atau menyalahkan posisi warungnya yang tidak berada di jalur ramai, atau menyalahkan pedagang bakso lain sebagai saingannya dan menuduhnya melakukan tindakan tidak fairplay. Alih-alih memperbaiki kualitas bakso dagangannya dan melakukan promosi gencar agar warungnya ramai.

- Seorang karyawan yang tak kunjung naik jabatan setelah bertahun-tahun bekerja, dengan mudah menyalahkan manajemen perusahaan yang nepotisme, menyalahkan karyawan lain yang menjilat atasannya, atau menyalahkan boss-nya sebagai boss yang brengsek. Alih-alih mengintrospeksi adakah yang salah dengan dirinya sehingga orang lain dengan mudah naik jabatan sedang dirinya tidak?

Mencari kambing hitam atas kegagalan kita adalah cara mudah untuk menghindari tanggung jawab. Dengan mencari kambing hitam, mencari alasan, kita melemparkan tanggung jawab kesalahan pada pihak lain di luar kita, padahal justru lebih sering terjadi bahwa penyebab kegagalan itu adalah kesalahan-kesalahan kita sendiri.

Sejak kecil kita diajari cara menyalahkan orang lain, atau mencari-cari alasan.
Mungkin Anda ingat, saat seorang anak belajar berjalan, lantas jatuh dan menangis, sang Ibu buru-buru menggendongnya sambil menghibur, “Cup-cup-cup…! Sayang, siapa yang nakal tadi?”

Perhatikan pada kata: "Siapa?" Si anak diajari untuk mencari ‘siapa’ yang sudah membuatnya terjatuh? Kodok, ya? Meja, ya? Bahkan tak jarang si Ibu kemudian memukul meja tersebut. “Meja nakal, kamu…!”

Kata "siapa" selalu merujuk pada orang lain untuk kita salahkan sebagai penyebab kegagalan. Kita tidak diajari untuk introspeksi. Saat kita tidak menemukan pihak yang bisa disalahkan di luar sana, tak segan-segan kita menyalahkan Tuhan. Kita menuduh-Nya tidak adil.

- Seorang yang cacat kaki menyalahkan Tuhan atas karunia-Nya itu. “Tuhan, Engkau main-main dalam menciptakan aku.” Alih-alih dia mengetahui Tuhan memberinya kelebihan berupa tangan yang kokoh dan mampu menutupi kekurangan kakinya.

- Seorang yang berkali-kali mengalami putus cinta menyalahkan Tuhan atas karunia-Nya. “Tuhan, mengapa Engkau tidak menciptakan aku setampan Beckham, segagah Superman, secantik Cindy Crawford.” Alih-alih dia mengetahui bahwa yang ditidak disukai teman-temannya dari dirinya bukanlah wajahnya, tetapi sifat pesimisnya.

- Seorang yang malas dan terlibat banyak hutang, menyalahkan Tuhan atas karunia-Nya. “Tuhan, kau tidak adil. Mengapa orang lain Kau beri kekayaan sedangkan aku tidak?” Alih-alih dia mengetahui banyak peluang kerja yang sudah dia lewatkan dengan sia-sia.

Lantas apa yang kita peroleh setelah kita menemukan alasan, atau melempar tanggung jawab kepada pihak luar? Apakah itu bisa membawa perubahan yang lebih baik?

Tidak, sama sekali tidak. Sikap menyalahkan orang lain [dan sesuatu yang ada di luar kita] adalah sikap yang akan menghambat kesuksesan Anda. Alih-alih berusaha mengatasi masalah, Anda akan tenggelam pada sikap saling menyalahkan dan menghindari tanggung jawab.

Jika tanggung jawab kegagalan bisa kita lemparkan kepada orang lain, lalu siapa yang akan mengambil tanggung jawab kesuksesan?

COBALAH KUIS BERIKUT INI

Orang-orang di sekitar Anda menyebalkan sekali, bukan? Lihat, mereka sama sekali tidak mendukung Anda untuk sukses. Mereka sering membuat mood Anda hilang saat bekerja, atau Anda kehilangan semangat untuk menyelesaikan pekerjaan. Bahkan tak jarang mereka justru menjadi penyebab dari kegagalan itu sendiri.
Anda memiliki orang-orang seperti itu? Anda merasa ada orang yang menghalangi kesuksesan Anda? Sebutkan 5 orang [hal], berikut hal apa yang mereka lakukan dan menurut Anda telah menyebabkan kegagalan tersebut.
1. …………………………………………………….
2. …………………………………………………….
3. …………………………………………………….
4. …………………………………………………….
5. …………………………………………………….

Nah-nah-nah…!
Jika Anda rasa mereka menghalangi kesuksesan Anda, bagaimana jika mulai sekarang, Anda yang mengambil tanggung jawab kesuksesan itu darinya? Buatlah 5 pernyataan yang menjadi solusi atas permasalahan di atas.

[Pernyataan tersebut merupakan kebalikan dari pernyataan sebelumnya. Contoh: jika sebelumnya Anda menulis penyebab kegagalan adalah “orang tua yang tidak mampu membiayai pendidikan, sehingga gagal dalam karier,” ubah menjadi: “banyak orang yang memiliki pendidikan terbatas tapi mampu meraih kesuksesan.”
Buatlah 5 pernyataan:
1. ……………………………………………………….
2. ……………………………………………………….
3. ……………………………………………………….
4. ……………………………………………………….
5. ……………………………………………………….

[Selamat Mencoba!]